“Kalau burung ini sudah punah, maka jargon Bumi Panua akan hilang. Sekali lagi apresiasi kami atas konsistensi Balai dan masyarakat dalam melestarikan satwa endemik ini,”tegasnya.
Sementara itu, Kepala Resort Cagar Alam Panua, Tatang Abdulah, menjelaskan bahwa 10 ekor Maleo yang dilepas merupakan hasil relokasi dengan usia bervariasi antara 1 minggu hingga 3 bulan. Relokasi dilakukan di area pantai untuk memastikan telur Maleo aman dari gangguan.
“Sejak 2014 sampai sekarang sudah ada 1.400 ekor burung Maleo yang dilepas ke alam liar dari relokasi ini. Meski begitu, kemungkinan masih ada telur yang menetas secara alami di luar pantai relokasi karena sulitnya mendeteksi telur yang terpendam di pasir,”ungkap Tatang.
Sebelum pelepasan, Bupati dan rombongan sempat mengunjungi Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara, Seksi Konservasi Wilayah II Gorontalo, Resort Cagar Alam Panua di Desa Maleo, Kecamatan Paguat.